Sekadar berkongsi...
“Dalam cinta, mula-mula engkau bermain-main dan akhirnya sungguh-sunguh. Kedalaman makna cinta sangatlah indah dan agung. Kata-kata semata tak kuasa menggambarkan segenap dan keagungannya. Hakikatnya tidak dapat ditangkap kecuali dengan pengamatan dan penjiwaan yang mendalam. Cinta tidak dimusuhi agama dan tidak dilarang oleh syariat. Cinta adalah urusan hati, dan hanya Allah yang mengetahui hati manusia.” Demikian Ibn Hazm (wafat Th. 1064 Masehi) menuliskan dalam Thuq al-Hamamah (Untaian Kalung Merpati).
M. Quraish Shihab dalam Pengantin al-Qur’an menuliskan “Tak ada rasa takjub yang lebih memukau daripada rasa takjub karena dicintai atau mencintai”.
Cinta perlahan menimbulkan kesungguhan dan “kedalaman”, karena cinta adalah urusan hati, maka kesungguhan dan kedalaman itu adalah terdapat jauh di dalam hati, Orang-orang tidak akan tau hakikat cinta jika tidak melalui pengamatan dan penjiwaan yang mendalam, bahkan itupun tidak mencapai hakikatnya.
Seseorang tidak akan paham bahwa orang lain benar-benar mencintainya jika yang dicintai tidak pernah menjiwai cinta yang diberikan oleh orang yang mencintainya. Sedikit rumit memang, karena dikatakan bahwa cinta adalah urusan hati, hanya Allah yang mengetahui seluk-beluk dan kesungguhan hati si pencinta, hanya Allah yang membolak-balikan hati sang pecinta dan hanya Allah jua-lah yang dapat mengetuk hati orang dicintai.
Hakikat cinta tidak dapat diwakilkan dengan kata-kata, memang sementara orang berkata “penjelasan tentang cinta bukanlah cinta”, tetapi seseorang yang mencoba menjelaskan cintanya tidak lah salah walaupun ia tidak akan menemukan kata dan kalimat yang tepat tentang hakikat cinta yang dimilikinya.
Cinta memiliki banyak macam, ada cinta kepada Allah, ada cinta kepada manusia, dan ada cinta kepada yang tak bernyawa. Cinta kepada manusia juga bisa bermacam-macam, ada kepada lawan jenis, orang tua, keluarga, dan manusia lainnya. Demikian kurang lebih uraian M. Quraish Shihab.
Terkadang memang cinta penuh “bumbu”, kebahagian, kecemburuan, ketidakpercayaan dan pengkhianatan dapat menjadi bumbu dalam cinta tergantung dari kadar cinta yang dimiliki oleh sepasang kekasih. Kebahagiaan akan cinta dapat membutakan mata dan hati, kesetiaan dan pengkhianatan yang saling tarik menarik menimbulkan kebimbangan, rasa cinta yang mendalam dihantui oleh rasa cemas akan kehilangan menimbulkan kecurigaaan dan kecemburuan.
Perpisahan sang pecinta dengan yang dicintai ataupun sepasang kekasih yang saling mencintai dapat menimbulkan duka yang sangat mendalam, Jalaludin Rumi seorang penyair sufi sangat sedih saat berpisah dengan Syamsuddin al-Tabrizi seorang guru yang sangat dicintainya hingga timbulah syair-syair dari goresan tangan Rumi yang bertemakan cinta dan kerinduan mistikal.
Dalam cinta mahluk (ciptaan), maka perpisahan pastilah terjadi karena maut adalah mutlak, maut memisahkan secara lahiriyah antara pencinta dengan yang dicinta demikian juga dengan sepasang kekasih yang saling mencintai, maka cinta sebesar apapun kepada mahluk maka tidak akan kekal. Berbeda dengan cinta mahluk, cinta kepada Cinta Sang Khaliq (Pencipta), dapat menimbulkan sesuatu yang kekal karena Allah adalah kekal (Baqa’).
Dikisahkan bahwa ulama besar seperti Imam Thabari dan Imam Nawawi tidak menikah hingga akhir hayatnya, maka dapat dipahami bahwa beliau-beliau terlalu sibuk dalam mencari Cinta dari Yang Maha Pengasih (Al-Rahman). Dalam Bahr ad-Dumu’ (Senandung Air Mata) karangan Ibnul Jauzi (w. 597 H) diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala telah mewahyukan kepada salah seorang nabi-Nya as.: ”Wahai nabi-Ku. Sungguh jauh perbedaan antara orang yang mendurhakai-Ku dan menyalahi perintah-Ku dengan orang yang menghabiskan umurnya untuk berhubungan dengan-Ku, mengingat-Ku, terus menerus berada di pintu-Ku, merajuk memohon belas kasihan kepada-Ku”.
Maka sungguh.... Tinggalkanlah apa-apa yang membuatku lalai dan terbuai. Sibukkanlah diri ini mencintai Yang Maha Pengasih yang tak pernah pilih kasih, yang menguasai segala sesuatu, yang tak pernah terputus kasih-Nya di dunia dan semoga saja di akhirat kelak. Yang demikianlah yang lebih menguntungkan.
credit to: http://ikrasnaya.multiply.com
0 comments:
Post a Comment